PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL EKSTERNAL
(INFLASI, SUKU BUNGA,
NILAI TUKAR, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI)
TERHADAP RETURN SAHAM
(Studi Empiris Pada Kelompok Industri
Barang Konsumsi yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2013)
Perwito1, Rita Zulbetti2
Program Studi Komputerisasi Akuntansi
Politeknik Piksi Ganesha Bandung
2email:
zulbetti@yahoo.com
ABSTRACT
The objective of this research is to analyzed the Inflation, Interest Rate, Exchange Rate, and Economic Growth to Stock
Return of the Consumer Goods Industry group which were registered in Indonesian Stock
Exchange from 2004 to 2013.
Historical data was taken from Indonesia Financial Statistic,
Indonesian Stock Exchange, Statistic Center Bureau, Bank of Indonesia, and
Indonesia Capital Market Directory. The number of population for this research
is 31 companies. Analytical technique for this research is Dynamic Panel
Data.
The results show that Inflation, Interest Rate, and Exchange Rate have
a negative and significant influence to Stock Return, on the other hand
Economic Growth have a positive and significant influence to Stock Return.
Keywords: Stock Return; Fundamental Factors; Dynamic
Panel Data.
A.
PENDAHULUAN
Krisis keuangan global telah mengubah tatanan perekonomian
dunia. Krisis global pada tahun 2008, dan puncaknya pada hari senin 15
September 2008 saat Lehman Brothers menyatakan diri bangkrut. Berita
kebangkrutan Lehman Brothers tersebut bagaikan virus yang cepat menyebar dan
merembet ke pelosok bumi ini. Krisis ini
disebabkan oleh krisis
subprime mortage di Amerika Serikat. Pada masa krisis ini, negara-negara
yang belum pernah terkena krisis keuangan tidak dapat menghindari penularannya,
seperti Belanda, Perancis, Jerman, Singapura, dan tentunya dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk
negara-negara berkembang seperti Indonesia (Buletin Bank Indonesia,
2010: 3).
Di Indonesia, imbas krisis mulai terasa terutama menjelang
akhir 2008. Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6% sampai dengan
triwulan III-2008, perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada akhir
triwulan IV-2008. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan
terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Di sisi eksternal, neraca pembayaran
Indonesia mengalami peningkatan defisit dan nilai tukar rupiah mengalami
pelemahan signifikan, September 2008 dari level Rp 9.000 per dolar AS, rupiah
menembus angka Rp12.650 per dolar AS pada 24 Nopember 2008, berikut data
pergerakan nilai tukar rupiah. Meroketnya nilai tukar rupiah menembus angka di
atas psikologis (Rp10.000/dolar) sudah barang tentu membuat panik
perusahaan-perusahaan nasional yang masih mengandalkan ekspor dengan bahan baku
impor, dengan menurunnya ekspor, berarti untuk mempertahankan tingkat
pertumbuhannya, maka ekonomi nasional harus bisa banyak ditunjang oleh
perdagangan dan konsumsi dalam negeri.
Peristiwa krisis tersebut juga terjadi dalam bentuk kesulitan
keuangan (financial distress), krisis kepanikan perbankan
atau krisis perbankan sistemik, jatuhnya pasar saham, meledaknya
penggelembungan keuangan (financial
bubble), jatuhnya mata uang, kesulitan neraca pembayaran, kegagalan
pelunasan utang pemerintah, atau kombinasi dari dua peristiwa atau lebih.
Peristiwa krisis tersebut tentu akan mempengaruhi kinerja
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa, sehingga juga bisa berpengaruh
pada return yang diterima oleh
investor. Hal ini terlihat pada merosotnya bursa saham dan pasar keuangan.
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal 2008
berada dilevel Rp 2750 dan terjadi penurunan pada level terrendah pada akhir
2008 berada pada level Rp 1111,39. Lebarnya rentang tertinggi dan terendah ini
adalah lebih dari dari dua kali lipat, hal ini menunjukkan adanya fluktuasi tajam
dalam IHSG pada tahun 2008. Kejadian krisis tersebut tentunya berimplikasi pada
kinerja harga saham-saham perusahaan yang terdaftar di Bursa.
Menurunnya harga saham tersebut
tentunya akan berimplikasi pada return
yang didapatkan oleh investor. Return
merupakan perbandingan biaya awal dengan hasil. Untuk saham, biaya awalnya
adalah harga beli, hasilnya adalah harga akhir serta jika ada berupa pembagian
dividen. Return investasi akan
berbanding lurus dengan risiko yang ditanggung seorang investor. Semakin tinggi
tingkat return yang diharapkan, semakin tinggi pula tingkat risiko yang harus
ditanggung oleh investor.
Mengukur nilai saham perusahaan dapat menggunakan tiga
pendekatan, yaitu; nilai buku, nilai pasar, dan nilai intrinsik. Nilai buku
merupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham.
Nilai pasar adalah nilai saham di pasar, yang ditunjukkan oleh harga saham
tersebut di pasar. Sedangkan nilai intrinsik atau dikenal sebagai nilai
teoritis adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi (Tandelilin,
2010: 301).
Dalam
menentukan nilai saham investor perlu memperhatikan dividen dan earning yang diharapkan dari perusahaan
di masa yang akan datang. Besarnya dividen dan earning yang diharapkan dari suatu perusahaan akan tergantung dari
prospek keuntungan yang dimiliki perusahaan. Dalam melakukan analisis penilaian
saham, investor bisa melakukan analisis fundamental dan analisis teknikal,
analisis fundamental secara top down
untuk menilai prospek perusahaan meliputi analisis makro ekonomi, analisis
industri, dan analisis perusahaan.
Analisis
fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan; (i)
mengestimasi nilai-nilai faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di
masa yang akan datang, dan (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut
sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini sering disebut juga sebagai share price forecasting model. Faktor-faktor
fundamental tersebut seperti penjualan, biaya, laba perlembar saham, kebijakan
dividen, prospek dan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang, dengan demikian
analisa ini menitikberatkan pada rasio finansial dan kejadian-kejadian yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan
(Husnan, 2005: 307).
Konsep pendekatan
fundamental internal perusahaan menggunakan pendekatan dari hasil laporan
keuangan, laporan keuangan sangat berguna bagi investor untuk menentukan
keputusan investasi yang terbaik dan menguntungkan, investor bisa mengetahui
perbandingan nilai intrinsik saham perusahaan dibanding harga pasar saham
perusahaan bersangkutan. Hasil laporan keuangan yang bisa dijadikan dasar
penilaian diantaranya; ROE
(return on Equity), EPS (earning per share),
PER (price earning ratio), dan PBV (price book value).
Sedangkan faktor
fundamental ekternal yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan tersebut
adalah analisis industri dan kondisi makro ekonomi negara bersangkutan, faktor
fundamental ekternal antara lain; inflasi, tingkat bunga, kurs rupiah, dan GDP.
Berikut data mengenai
kondisi makro ekonomi Indonesia.
Tabel 1
Perkembangan
Indikator Makroekonomi Indonesia
Tahun 2005-2013
No.
|
Indicator
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
1
|
Inflation
(%)
|
17.11
|
6.50
|
6.59
|
11.06
|
2.78
|
6.96
|
3.79
|
4.30
|
5.0
|
2
|
BI
Rate (%)
|
12.75
|
9.75
|
8.00
|
9.25
|
6.50
|
6.50
|
6.00
|
4.75
|
7.50
|
3
|
Exchange
Rate (U.S. $)
|
9,830
|
9,020
|
9,419
|
10,950
|
9,400
|
8,991
|
9,068
|
9,670
|
12,170
|
4
|
Economic
Growth (%)
|
5.69
|
5.50
|
6.35
|
6.01
|
4.63
|
6.20
|
6.5
|
6.2
|
5.8
|
Sumber: BPS, BI, (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat
dijelaskan bahwa tingkat inflasi pada tahun 2012 mencapai 4.3% dan pada tahun
2013 meningkat menjadi 5.0%. Bi rate pada tahun 2012 sebesar 4.75% dan pada
tahun 2013 meningkat menjadi 7.5%. nilai tukar rupiah pada tahun 2012 sebesar
9,670 pada tahun 2013 meningkat menjadi 12,170. Dan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2012 sebesar 6.2% dan pada tahun 2013 menurun menjadi 5.8%.
Faktor fundamental eksternal yang
dianalisis adalah; inflasi, tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI),
dan nilai tukar (kurs). Tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar yang
terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga
kesempatan-kesempatan berinvestasi yang ada kurang menarik lagi, serta
meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal ini seiring dengan pendapat Siegel dalam Tandelilin
(2010; 341) yang menjelaskan adanya hubungan yang kuat antara harga saham dan
kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan harga saham selalu terjadi
sebelum perubahan ekonomi.
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor fundamental yang terdiri
dari; Inflasi, suku bunga, dan nilai tukar serta pengaruhnya terhadap return saham pada sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEI.
B.
KAJIAN PUSTAKA
1. Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan penilaian terhadap saham-saham perusahaan berdasarkan
data-data keuangan perusahaan seperti pendapatan, penjualan, risiko, dan
lainnya. Analisa fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada
fundamental ekonomi suatu perusahaan. Analisa ini menitikberatkan pada rasio
finansial dan kejadian-kejadian yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Sebagian pakar berpendapat teknik
analisa fundamental lebih cocok untuk membuat keputusan dalam memilih saham
perusahaan mana yang dibeli untuk jangka panjang. Analisa fundamental umumnya
dilakukan dengan tahapan melakukan analisis ekonomi, diikuti dengan analisis
industri, dan akhirnya analisis perusahaan yang menerbitkan saham tersebut.
Penggunaan
pendekatan ini didasarkan atas pemikiran bahwa kondisi perusahaan tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal perusahaan, tetapi faktor-faktor
eksternal (yaitu kondisi ekonomi/pasar dan industri) juga ikut mempengaruhi
kondisi perusahaan. Berikut beberapa pendapat tentang analisis fundamental:
Sharpe,
et. al (2005: 11) mengemukakan bahwa:
Analisis fundamental dimulai dengan menaksir
bahwa nilai sebenarnya atau nilai intrinsik aset keuangan itu sama dengan nilai
sekarang (present value) dari semua aliran tunai yang
diharapkan diterima oleh pemilik aset itu… analisis fundamental berupaya
meramalkan saat dan besarnya aliran tunai dan kemudian mengkonversikannya
menjadi nilai sekarang (present value) dengan menggunakan tingkat
diskonto yang tepat… tetapi juga aliran dividen dari suatu saham pada masa
depan, yang sama artinya dengan meramalkan pendapatan per lembar saham dan
pembayaran dividen tunai (pay out ratio)…
setelah nilai sesungguhnya (true value)
dari saham biasa suatu perusahaan ditentukan, nilai tersebut dibandingkan
dengan harga pasar dari saham tersebut dengan tujuan untuk melihat apakah saham
dihargai dengan tepat. Saham yang memiliki true
value lebih tinggi dari harga pasar disebut overvalue atau overpriced.
Saham yang memiliki true value lebih
rendah dari harga pasar disebut undervalue atau underpriced.
Tandelilin
(2010: 364) mengemukakan analisis fundamental bertujuan untuk menentukan nilai
intrinsik saham perusahaan. Jogiyanto (209: 130) menjelaskan bahwa analisis
fundamental atau analisis perusahaan merupakan analisis untuk menghitung nilai
intrinsik saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan misalnya; laba,
dividen yang dibayar, dan penjualan (sehingga disebut juga dengan analisis
perusahaan).
Dalam
Analisis perusahaan tersebut, para analis mencoba mengestimasikan return saham
di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor
fundamental yang dapat mempengaruhi harga saham
dimasa yang akan datang, dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut
sehingga diperoleh taksiran return saham. Secara umum, analisis fundamental ini
melibatkan banyak variabel data baik dari internal maupun ekternal perusahaan
yang harus dianalisa, dimana beberapa diantara variabel internal tersebut yang
cukup penting untuk diperhatikan. Tandelilin (2010;
341) menjelaskan faktor fundamental ekternal yang mempengaruhi harga pasar
saham adalah kondisi ekonomi makro negara bersangkutan, faktor fundamental
ekternal tersebut meliputi; GDP, inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar / kurs,
dan neraca perdagangan dan pembayaran. Berikut penjelasan dari
faktor-faktor yang mempengaruhi harga pasar saham.
a. Inflasi (INF)
Inflasi merupakan faktor fundamental makro dari indikator makroekonomi yang
menggambarkan kondisi ekonomi yang kurang sehat, karena harga-harga barang
secara umum meningkat sehingga melemahkan daya beli masyarakat. Mankiw (2007)
mengemukakan inflasi adalah kenaikan harga barang-barang secara umum atau
penurunan daya beli dari sebuah satuan mata uang.
Menurunnya daya beli masyarakat, akan berpengaruh terhadap penurunan
permintaan suatu produk akibatnya penjualan perusahaan juga menurun. Menurunnya
penjualan perusahaan mengakibatkan menurunnya laba perusahaan. Menurunnya
keuntungan perusahaan dapat mempengaruhi harga saham, karena investor akan
memilih investasi yang mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
Akibatnya, jika harga saham menurun, maka nilai perusahaan juga mengalami
penurunan. Penurunan harga saham terjadi sesuai dengan hukum permintaan,
semakin sedikit jumlah barang yang diminta, maka harga akan mengalami
penurunan.
b. Suku Bunga (IR)
Dalam
melakukan analisis fundamental, penilaian terhadap kondisi ekonomi makro sangat
penting untuk diperhatikan. Fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait
dengan perubahan yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro, seperti;
Produk Domestik Bruto, tingkat pengangguran, inflasi, tingkat bunga, nilai tukar
mata uang (exchange rate), neraca perdagangan dan
pembayaran. Apabila kondisi perekonomian mempengaruhi kondisi pasar, maka pada
gilirannya kondisi pasar akan mempengaruhi para pemodal. Sulit bagi pemodal
untuk memperoleh hasil investasi yang berkebalikan dengan kecenderungan pasar.
Apabila pasar membaik atau memburuk, umumnya saham-saham juga akan terpengaruh
dengan arah yang sama.
Foster
dalam Husnan (2005: 312) menjelaskan kondisi pasar sangat mempengaruhi
kemampuan memperoleh laba dari perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor ekonomi mampu menjelaskan 17 persen perubahan laba perusahaan.
Kondisi ekonomi makro atau pasar dapat tercermin pada tingkat suku bunga.
Tingkat suku bunga akan tercermin pada Bi rate, BI Rate adalah suku bunga
kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Perubahan suku
bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku
bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, ceteris paribus. Artinya, jika suku bunga meningkat, maka harga
saham akan turun, ceteris paribus.
Demikian pula sebaliknya, jika suku bunga turun, harga saham akan naik.
Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Siegal dalam Tandelilin (2010: 341) yang
mengemukakan bahwa:
Adanya hubungan yang kuat antara harga saham dan kinerja
ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan harga saham selalu terjadi sebelum
perubahan ekonomi. Alasan yang mendasarinya adalah; pertama, harga saham yang
terbentuk merupakan cerminan ekspektasi investor terhadap earning, dividen, maupun tingkat bunga yang akan terjadi. Hasil
estimasi investor terhadap ketiga variabel tersebut akan menentukan harga saham
yang sesuai. Kedua, kinerja pasar modal akan bereaksi terhadap perubahan-perubahan
ekonomi makro seperti perubahan tingkat bunga, inflasi, ataupun uang yang
beredar. Ketika investor menentukan harga saham yang tepat sebagai refleksi
perubahan variabel ekonomi makro yang akan terjadi, maka masuk akal jika
dikatakan harga saham terjadi sebelum perubahan ekonomi makro benar-benar
terjadi.
Secara
teoritis hal tersebut terjadi dikarenakan; pada saat suku bunga naik, maka
return investasi yang terkait dengan suku bunga (misalnya deposito) juga akan
naik. Kondisi ini akan menarik minat investor yang sebelumnya berinvestasi
dalam saham akan beralih atau memindahkan dananya dari saham ke dalam deposito.
Hal tersebut apabila dilakukan secara bersama-sama oleh investor menjual
sahamnya dan memindahkan dalam bentuk deposito, maka sesuai dengan hukum
permintaan dan penawaran, jika banyak pihak penjual saham, ceteris paribus, maka
harga saham akan turun.
c.
Nilai tukar /
kurs (ER)
Nilai tukar/kurs merupakan harga atau nilai tukar mata uang lokal terhadap
mata uang asing. Para pelaku dalam pasar internasional sangat peduli terhadap
penentuan kurs valuta asing (valas), karena kurs valas akan mempengaruhi biaya
dan keuntungan dalam perdagangan barang, jasa dan surat berharga (Mudrajad,
2010).
Nilai mata suatu negara sangat rentan mengalami perubahan, nilai kurs yang
melemah menunjukkan bahwa nilai rupiah terdepresiasi atau turun terhadap dolar
Amerika. Jika rupiah mengalami apresiasi berarti permintaan terhadap rupiah
menurun dan permintaan terhadap dolar Amerika meningkat. Apresiasi rupiah terhadap
dolar akan menyebabkan investor lebih memilih menjual sebagian atau seluruh
sahamnya untuk dialihkan pada valuta asing untuk kemudian diinvestasikan ke
tempat lain sebagai tabungan. Hal ini akan menyebabkan harga saham turun
sehingga berdampak pada penurunan return
d.
Pertumbuhan
ekonomi (GDP)
Pertumbuhan Ekonomi merupakan variabel out come yang terjadi akibat dari perubahan inflasi, tingkat
bunga dan kurs. Pertumbuhan ekonomi sering juga digunakan sebagai barometer
makroekonomi untuk memprediksi investasi. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi atau
meningkat, maka ada indikasi bahwa prospek investasi juga baik (Mankiw, 2007).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan peningkatan daya beli
masyarakat (Mankiw, 2007). Meningkatnya daya beli masyarakat akan memacu
kegiatan atau transaksi ekonomi meningkat, dan ini signal positif bagi perusahaan untuk meningkatkan kegiatannya.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, secara langsung maupun
tidak langsung akan meningkatkan kegiatan investasi di sektor riil dan
aktivitas di pasar modal, akibatnya kinerja pasar modal meningkat, sehingga
akan berimplikasi pada return saham
2. Return Saham
Perhatian
utama seorang investor adalah aliran arus kas yang diharapkan di masa
mendatang. Arus kas tersebut meliputi dua unsur yakni; dividen yang diharapkan
akan diterima setiap tahun, dan harga yang diharapkan akan diterima oleh para
investor ketika mereka menjual saham tersebut. Harga saham final yang
diharapkan terdiri atas pengembalian investasi awal plus keuntungan modal yang
diharapkan (Brigham dan Houston, 2009: 408)
Dalam
penilaian saham dikenal adanya tiga jenis nilai, yaitu; nilai buku, nilai
pasar, dan nilai intrinsik. Nilai buku merupakan nilai yang dihitung
berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham. Nilai pasar adalah nilai saham
di pasar, yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar. Sedangkan nilai
intrinsik atau dikenal sebagai nilai teoritis adalah nilai saham yang
sebenarnya atau seharusnya terjadi. Dalam penelitian ini penulis menekankan
pada nilai saham berdasarkan pasar (Tandelilin, 2010: 301).
Sharpe,
et. al (2005: 11) mengemukakan bahwa:
Nilai sebenarnya atau nilai intrinsik aset keuangan itu sama
dengan nilai sekarang (present value) dari semua aliran tunai yang
diharapkan diterima oleh pemilik aset itu… setelah nilai sesungguhnya (true value) dari saham biasa suatu
perusahaan ditentukan, nilai tersebut dibandingkan dengan harga pasar dari
saham tersebut dengan tujuan untuk melihat apakah saham dihargai dengan tepat.
Saham yang memiliki true value lebih
tinggi dari harga pasar disebut overvalue
atau overpriced. Saham yang memiliki true value lebih rendah dari harga pasar
disebut undervalue atau underpriced. Besarnya perbedaan antara true value
dengan harga pasar juga merupakan informasi yang penting… analis fundamental
percaya bahwa kasus kesalahan dalam penentuan harga akan dikoreksi oleh pasar
pada masa depan, artinya harga saham yang undervalue
akan mengalami kenaikan nilai (appreciation)
yang luar biasa, sedangkan harga saham yang overvalued
akan mengalami penurunan nilai (depreciation)
yang luar biasa.
Dalam
berinvestasi, return investasi akan berbanding lurus dengan risiko yang
ditanggung seorang investor. Semakin tinggi tingkat return yang diharapkan,
semakin tinggi pula tingkat risiko yang harus ditanggung oleh investor. Return
investasi hanya bisa diperkirakan melalui pengestimasian, return di masa datang
adalah return harapan dan sangat mungkin berlainan dengan return aktual atau
realisasi yang akan diterimanya.
Return
realisasian (realized return)
merupakan return yang telah terjadi. Return realisasian dihitung menggunakan
data historis. Return realisasian penting karena digunakan sebagai salah satu
pengukur kinerja perusahaan, serta berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasian
(expected return) dan risiko di masa
mendatang. Sedangkan return return ekspektasian (expected return) adalah return
yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Pengukuran
return realisasian yang banyak digunakan diantaranya adalah return total (total
return) dan relatif return (return
relative).
Return
total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode
yang tertentu, return total ini juga sering disebut return saja. Return total
terdiri dari capital gain (loss) dan yield, capital gain atau capital loss
merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode
lalu. Sedangkan yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap
harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield
merupakan persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya.
Jogiyanto
(2009: 200) menjelaskan rumusan perhitungan return adalah sebagai berikut:
Capital
gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif
dengan harga periode lalu.
Keterangan:
Pt = Harga
saham periode sekarang
Pt-1 = Harga
saham periode sebelumnya
3. Kerangka Pemikiran
Pasar modal merupakan sarana bagi peningkatan nilai
perusahaan melalui serangkaian aktivitas penciptaan nilai (value creation) yang
ditopang oleh keterbukaan informasi secara penuh (full disclosure).
Keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan (competitive position) akan meningkatkan kemampulabaan dan aliran
kas internal yang akan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan serta pada
sisi yang lain akan meningkatkan harga saham di pasar.
Bagi
investor atau pemilik modal, pasar modal tentunya sebagai salah satu alternatif
investasi dengan tujuan ingin mendapatkan return.
Return merupakan perbandingan biaya
awal dengan hasil. Untuk saham, biaya awalnya adalah harga beli, hasilnya
adalah harga akhir serta jika ada berupa pembagian dividen. Return investasi akan berbanding lurus
dengan risiko yang ditanggung seorang investor. Semakin tinggi tingkat return yang diharapkan, semakin tinggi
pula tingkat risiko yang harus ditanggung oleh investor.
Konsep
pasar efisien mengisyaratkan adanya suatu proses penyesuaian harga sekuritas
menuju harga keseimbangan yang baru, sebagai respon atas informasi baru yang
masuk ke pasar. Jones dalam Jogiyanto (2009: 499) menjelaskan bahwa “suatu
pasar yang efisien adalah pasar yang harga sekuritasnya secara penuh
mencerminkan semua informasi yang tersedia terhadap aktiva tersebut”.
Dalam
analisis fundamental ini, penulis menitikberatkan pada aspek eksternal
perusahaan atau kondisi ekonomi makro suatu negara sangat mempengaruhi
perubahan harga saham di pasar. Hal ini seiring
dengan pendapat Siegel dalam Tandelilin (2010; 341) yang menjelaskan adanya
hubungan yang kuat antara harga saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan
bahwa perubahan harga saham selalu terjadi sebelum perubahan ekonomi.
4. Hipotesis Penelitian
a.
Terdapat
pengaruh negatif inflasi (Inf), suku bunga (IR), dan nilai tukar (ER) terhadap
Return Saham (R) pada perusahaan SRI Kehati yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
b.
Terdapat
pengaruh positif pertumbuhan ekonomi (GDP) terhadap Return Saham (R) pada
perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
C.
METODOLOGI PENELITIAN
1.
Metode Penelitian
Dilihat dari tujuan dari penelitian ini, maka jenis
penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian ex post facto dan survey explanatory, yakni suatu penelitian yang
dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi. Mengingat jenis dan
sifat penelitian ini adalah ex post facto
dan survey explanatory, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode
yang bersifat deskriptif, komparatif, asosiatif, dan juga verifikatif. Penelitian diskriptif dilakukan untuk mengetahui dan
menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi.
Komparatif digunakan untuk membandingkan kurun waktu yang berbeda. Sedangkan
asosiatif bertujuan untuk menguji kausalitas antar variabel penelitian
(Sekaran, 2006: 158; Sugiyono, 2005: 11).
2.
Jenis dan Sumber Data
Sehubungan
penelitian ini dilakukan pada kurun waktu kurang dari satu tahun, maka
metode penelitian yang dipergunakan adalah metode cross sectional. “Cross
sectional method adalah metode
penelitian yang mempelajari objek dalam kurun waktu tertentu atau tidak
berkesinambungan dalam jangka waktu panjang”.
Untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal penulis mengkombinasikan
antara time series dan data cross sectional atau juga sering disebut
data pooling atau pooled times series (Kuncoro, 2007:
111).
Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk memperoleh data tersebut
melalui data publikasi yang diterbitkan oleh lembaga resmi pemerintah maupun
swasta seperti data dari BPS, Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, BapepamLK,
ICMD (Indonesian
Capital Market Directory, serta data-data yang relevan dengan tujuan
penelitian ini.
3.
Teknik Sampling Penelitian
Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini semua perusahaan go public yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada sektor
keuangan yang terdiri dari; Bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek,
asuransi, dan reksa dana. Adapaun kirteria populasi
dalam penelitian ini adalah adalah: a) Merupakan perusahaan yang telah go public dan sahamnya sudah dan masih
tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). b) Laporan keuangan perusahaan yang
digunakan sebagai data berakhir pada tanggal 31 Desember dan laporan keuangan
yang telah diaudit. c) Perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang perlukan
oleh peneliti.
Berdasarkan
pada kriteria di atas maka populasi dalam penelitian ini 44 emiten. Untuk lebih
jelasnya populasi dalam penelitian ini nampak seperti tabel di bawah ini:
Tabel 2
Populasi
Penelitian
Kelompok
Industri
|
Jumlah
Populasi
|
Makanan
dan minuman
|
13
|
Industri
tembakau
|
4
|
Farmasi
|
8
|
Kosmetik
dan keperluan rumah tangga
|
6
|
Jumlah
|
31
|
Sumber: Fact book // IDX.co.id
4.
Teknik Analisis Data dan Pengujian
Hipotesis
Model yang digunakan penulis
adalah Dynamic Panel Data yang mengacu pada perumusan model Arellano & Bond
(1991).
R = f (INF, IR, ER, GDP)
Rit = a1Ri(t-1)
+ß1EPSit + ß2PERit + ß3PBVit
+ ß4INFit + ß5IRit + ß6
ERit + ß7GDPit +ɛit
Dimana:
Rit = Variabel dependen (Return Saham) setiap perusahan pada periode
t
Ri(t-1) = lag1 dari Return Saham
INFit = Inflasi
pada periode t
IRit = Suku
bunga pada periode t
ERit = Nilai
tukar pada periode t
GDPit = Pertumbuhan
Ekonomi pada periode t
i = Masing-masing perusahaan
t = Waktu pengamatan dalam penelitian (periode 2004-2013)
a1 = Koefisien Ri(t-1)
ß1... ß9 = Koefisien
variabel INF it ...GDP it
ɛit = standard
error
Rancangan Pengujian Hipotesis
a. Hipotesis pertama
Ho : ρ ≥ 0 : tingkat
inflasi, suku bunga, dan nilai tukar tidak berpengaruh negatif terhadap return saham pada kelompok industri barang
konsumsi.
Ha : ρ < 0 :
tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar berpengaruh
negatif terhadap return saham pada
kelompok industri barang konsumsi.
b.
Hipotesis
secara simultan
Ho : ρ = 0 : tingkat
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap return saham pada kelompok industri barang konsumsi.
Ha : ρ ≠ 0 :
tingkat pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap return saham pada kelompok industri barang
konsumsi.
D.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut ini hasil analisis mengenai inflasi, tingkat suku
bunga, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi, dan pengaruhnya terhadap return saham pada kelompok industri
barang konsumsi yang terdaftar di BEI, hasil analisis adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Metode FD-GMM
Variabel
|
Coefficient
|
Std. Error
|
Prob.
|
RETURN(-1)
|
0,127
|
0,030
|
0,000
|
INF
|
-0,040
|
0,042
|
0,000
|
IR
|
-0,003
|
0,005
|
0,003
|
ER
|
-0,056
|
0,064
|
0,041
|
GDP
|
0,283
|
0,056
|
0,000
|
|
|
|
|
R-squared
F-statistik
|
0,443
4,752
|
||
Prob(F-statistik)
|
0,000
|
||
Arellano Bond
Test
m1
m2
Sargan Test
|
0,022
0,698
0,988
|
Source:
Eviews and STATA output (processed)
R = 0,127
R(t-1) -0,040. INF - 0,003.IR - 0,056.ER + 0,283.GDP
Perubahan
tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar akan mempengaruhi variabilitas
return suatu investasi. Inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang secara
umum atau penurunan daya beli dari sebuah satuan mata uang. Menurunnya daya
beli masyarakat, akan berpengaruh terhadap penurunan permintaan suatu produk
akibatnya penjualan perusahaan juga menurun. Menurunnya penjualan perusahaan
mengakibatkan menurunnya laba perusahaan. Menurunnya keuntungan perusahaan
dapat mempengaruhi harga saham, karena investor akan memilih investasi yang
mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Akibatnya, jika harga saham
menurun, maka nilai perusahaan juga mengalami penurunan.
Nilai
tukar/kurs merupakan harga atau nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang
asing. Para pelaku dalam pasar internasional sangat peduli terhadap penentuan
kurs valuta asing (valas), karena kurs valas akan mempengaruhi biaya dan
keuntungan dalam perdagangan barang, jasa dan surat berharga (Mudrajad, 2010).
Nilai mata
suatu negara sangat rentan mengalami perubahan, nilai kurs yang melemah
menunjukkan bahwa nilai rupiah terdepresiasi atau turun terhadap dolar Amerika.
Jika rupiah mengalami apresiasi berarti permintaan terhadap rupiah menurun dan
permintaan terhadap dolar Amerika meningkat. Apresiasi rupiah terhadap dolar
Amerika akan menyebabkan investor lebih memilih menjual sebagian atau seluruh
sahamnya untuk dialihkan pada valuta asing untuk kemudian diinvestasikan ke
tempat lain sebagai tabungan. Hal ini akan menyebabkan harga saham turun
sehingga berdampak pada penurunan return.
Perubahan
suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, ceteris paribus.
Artinya, jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, ceteris
paribus. Demikian pula sebaliknya, jika suku bunga turun, harga saham akan
naik. Secara teoritis hal tersebut terjadi dikarenakan; pada saat suku bunga
naik, maka return investasi yang terkait dengan suku bunga (misalnya deposito)
juga akan naik. Kondisi ini akan menarik minat investor yang sebelumnya
berinvestasi dalam saham akan beralih atau memindahkan dananya dari saham ke
dalam deposito. Hal tersebut apabila dilakukan secara bersama-sama oleh
investor menjual sahamnya dan memindahkan dalam bentuk deposito, maka sesuai
dengan hukum permintaan dan penawaran,jika banyak pihak penjual saham, ceteris
paribus, maka harga saham akan turun, sehingga akan berimplikasi pada penurunan
return.
Hal ini
seiring dengan pendapat Husnan (2005: 314) menjelaskan, “suku bunga akan
meningkatkan r, sehingga apabila variabel-variabel lain dipegang konstan, harga
saham akan menurun, dengan kata lain, diharapkan terdapat korelasi yang negatif
antara gerakan suku bunga dengan kondisi pasar”. Tingkat suku bunga yang tinggi akan
mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan sehingga
kesempatan-kesempatan berinvestasi yang ada kurang menarik lagi, serta
meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan, sehingga
tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham di
pasar.
Pertumbuhan
Ekonomi merupakan variabel keluaran yang terjadi akibat dari perubahan inflasi,
tingkat bunga dan kurs. Pertumbuhan ekonomi sering juga digunakan sebagai
barometer makroekonomi untuk memprediksi investasi. Jika pertumbuhan ekonomi
tinggi atau meningkat, maka ada indikasi bahwa prospek investasi juga baik
(Mankiw, 2007).
Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi menggambarkan peningkatan daya beli masyarakat. Meningkatnya
daya beli masyarakat akan memacu kegiatan atau transaksi ekonomi meningkat, dan
ini signal positif bagi perusahaan untuk meningkatkan kegiatannya. Oleh karena
itu, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, secara langsung maupun tidak langsung
akan meningkatkan kegiatan investasi di sektor riil dan aktivitas di pasar
modal, akibatnya kinerja pasar modal meningkat, sehingga akan berimplikasi pada
return saham.
Berdasarkan hasil analisa
di atas, bahwa kondisi fundamental eksternal atau ekonomi makro sangat
mempengaruhi return saham. Hal ini seiring dengan pendapat Siegel dalam
Tandelilin (2010; 341) yang menjelaskan adanya hubungan yang kuat antara harga
saham dan kinerja ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan harga saham
selalu terjadi sebelum perubahan ekonomi.
E.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil analisis data
dan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1.
Tingkat
inflasi, suku bunga, dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap return saham pada kelompok industri
barang konsumsi, sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap return saham pada kelompok industri
barang konsumsi.
2.
Hasil
penelitian ini memberikan informasi bahwa analisis faktor-faktor fundamental
dapat jadikan informasi dan referensi dalam memprediksikan return saham di masa
yang akan datang pada perusahan-perusahan kelompok industri barang konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
A.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka
Cipta.
Arellano, M & Bond, S., R. (1991). Some Tests of
Specification for Panel Data: Monte Carlo Evidence and Application to
Employment Equations. The Review of Economics Studies. Vol. 58, No. 2,
pp.227-297.
Bank
Indonesia. 2010. Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia.
Jakarta. Bank Indonesia.
Bernard
Pelepu. H. 2005. Business Analysis &
Valuation Using Financial Statements. Edisi ke 2.
Brigham dan
Houston. 2007. Fundamentals of Financial
Management. 10th ed.,
Singapore: South Western.
----------.
2009. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
(Fundamentals of Financial Management). Jilid 1 dan 2. Jakarta: Salemba Empat.
Fabozzi et
al. 2003. Financial Management and
Analysis. Second editon. Published simultaneously in Canada. John Wiley
& Sons, Inc. Hoboken, New Jersey.
Fakhruddin, H.
2005. Aksi Korporasi (Strategi Untuk Meningkatkan Nilai Saham
Melalui Aksi Korporasi). Jakarta: Salemba Empat.
-----------.2008.
Go Public Strategi Pendanaan dan
Peningkatan Nilai Perusahaan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Gujarati dan
Porter. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika
(Basic Econometrics). Jakarta:
Salemba Empat.
Husnan S. 2005.
Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ke empat.
Yogyakarta. UPP AMP YKPN.
Jogiyanto. H.
2009. Teori Portofolio dan Analisis
Investasi. Edisi ke enam. Yogyakarta: BPFE.
Keown. J.A.
et al. 2010. Manajemen Keuangan Prinsip
dan Penerapan. Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Indeks.
Kusnendi. 2008. Model-model
Persamaan Struktural, satu dan Multigroup Sampel Dengan Lisrel. Bandung:
Alfabeta.
Mankiw, Gregory. (2007). Macroeconomics. 6th Edition.
USA:Worth Publisher.
Reilly F.K.
dan Brown, Keith C., 2003. Investment Analysis and Porfolio Management, 7th
ed., The Dryden Press, Chicago, IL.
Riduwan. 2008. Metode
dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Rozak. B.A.
2002. A Study on The Fundamentals And
Stock Returns Indonesia The South East Asian Emerging Equity Markets.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sekaran, U.
2006. Research Methods for Business,
Edisi 1 dan 2. Jakarta: Salemba Empat.
Sharpe, Alexander,
Bailey. 2005. Investasi. Jilid 1 dan
2 Jakarta: PT. Indeks.
Sugiyono. 2006. Metode
Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
-----------. 2007. Metode
Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tendelilin, E. 2010. Portofolio
dan Investasi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Wahyono. 2006. Analisis Data Statistik dengan SPSS 14.
Jakarta: PT. Elex
Media Gramedia, Jakarta.
Wirawati. Ni Gusti Putu. 2008. Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Price To Book Value Dalam Penilaian Saham Di Bursa Efek Jakarta
Dalam Kondisi Krisis Moneter. Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor
1 Tahun 2008. Bali: Universitas
Udayana
Referensi:
www.
Ipodindonesia. co.id
www. BI.Go.id
www. IDX.
co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar